Buku Putih Pertahanan Jepang 2021 : kebangkitan jiwa Samurai

Pada 13 Juli 2021 lalu, pemerintah Jepang secara resmi merilis Buku Putih Pertahanan tahun 2021 (tahun ketiga Kekaisaran Reiwa) dalam bentuk digital pada laman resmi Minister of Defense. Seiring dengan meningkatnya ketegangan di Kawasan Laut Cina Selatan (LCS), meskipun Jepang sebenarnya bukan pihak yang memiliki kekuatan besar, apalagi jika dikaitkan dengan konsep pertahanan negaranya, buku yang juga dirilis dalam bahasa Inggris dan Cina ini, semakin banyak dijadikan referensi karena mencakup informasi yang cukup detail. Namun, ada beberapa hal yang menjadikan buku putih tahun ini lebih special jika dibandingkan dengan edisi tahun-tahun sebelumnya.

Pertama, desain cover yang menampilkan sosok Samurai berkuda lengkap dengan atribut perangnya. Dua tahun lalu, MoD memilih foto lanskap bumi ketika matahari sedang terbit dan siluet Gunung Fuji dengan ikon bunga Sakura, secara berurutan. Jelas terlihat bahwa tahun ini, semangat kebangkitan melalui pemilihan tokoh samurai, menandakan Jepang akan lebih serius dalam urusan bela negara. Kedua, Jepang mencantumkan Taiwan sebagai bagian terpisah dari Cina, memisahkannya dari bagian peta Cina, serta menjadikannya salah satu topik penting dalam hubungan Cina – Amerika. Jepang secara tegas mengakui bahwa Taiwan menjadi salah satu aspek strategis dalam penentuan kebijakan pertahanan, khususnya dalam konflik di Kepulauan Senkaku dan Ryukyu, termasuk prefektur Okinawa yang dijadikan pangkalan militer Amerika.

Pada buku tahun ini, Jepang juga mengenalkan konsep perubahan iklim sebagai ancaman pertahanan. Hal ini dikaitkan dengan semakin seringnya terjadi bencana alam dan pandemi, sehingga memaksa Japan Self Defense Force (JSDF) untuk meningkatkan perannya, khususnya dalam mitigasi penanganan bencana, program vaksinasi nasional serta dukungan logistik melalui angkutan udara dalam negeri.

Anggaran belanja pertahanan juga mengalami peningkatan, dengan besaran tertinggi hingga saat ini, ketika Menteri Pertahanan, Kishi Nobuo memaparkan urgensi prosentase belanja pertahanan diatas 1% dari GDP (menjadi 5.34 milyar JPY). Ekskalasi potensi gesekan dengan kapal Chinese Coast Guard (CCG) di area Senkaku, khususnya setelah Cina mengamandemen kemampuan CCG pada Februari lalu, juga turut menjadi pemicu Jepang merasa perlu menaikkan anggarannya.

Jepang masih menganggap Korea Utara sebagai ancaman besar dengan dibiarkannya mereka meneruskan proyek nuklir dan rudal balistiknya. Hubungan Jepang dengan Korea Selatan yang naik-turun, dirasa tidak cukup memberikan keamanan, meski dengan dilibatkannya Amerika sebagai aliansi bersama. Oleh karenanya, Jepang secara tegas mengakui bahwa kestabilan di sekitar Taiwan menjadi isu penting yang akan berimbas kepada pertahanan Jepang dan internasional, sehingga dibutuhkan perhatian yang lebih dari sebelumnya, khususnya dalam hal antisipasi penanggulangan krisis. Jepang juga menyoroti gerak Rusia dalam pengembangan kemampuan militernya, kerjasamanya dengan Cina, terlebih dengan penambahan alutsista baru di sekitar wilayah yang berbatasan dengan Jepang di bagian utara.

Dalam upaya pewujudan Multi-Domain Defense Force, yang diwarnai pengunduran diri Perdana Menteri Abe dan pergantian era Presiden Trump beberapa waktu lalu, sepertinya sudah tergantikan dengan kedekatan PM Suga – Biden, melalui pertemuan aliansi 2+2. Jepang semakin percaya diri memperkuat alutsista baru (F-35, US-2, C-2, PAC-3MSE, dll) meski terkesan mengesampingkan kepentingan litbang pertahanan dalam negerinya.

Sebagai tindak lanjut dari semakin agresifnya Cina dalam konflik LCS, Jepang juga meningkatkan perannya di Kawasan ASEAN. Seperti diketahui, Filipina sudah menyetujui pembelian radar buatan Mitsubishi. Indonesia, Vietnam dan Malaysia pun sudah dijajaki potensinya dalam pengadaan produk alutsista Jepang, khususnya aturan ketat tentang Transfer of Technology (ToT).

Buku Putih Pertahanan tahun ini juga sudah dirilis dalam bentuk cetak pada 31 Agustus 2021. Banyak pihak yang mengapresiasi animo masyarakat Jepang akan peluncuran buku ini, mengingat masih besarnya ketidak-sukaan orang Jepang secara umum akan hal yang berbau militer karena trauma perang masa lampau yang masih bisa dirasakan hingga saat ini, khususnya isu ganti rugi yang terus diangkat oleh negara sekitar yang pernah merasakan kekejaman pendudukan Jepang.

 

Sumber :

https://www.mod.go.jp/en/publ/w_paper/wp2021/DOJ2021_Digest_EN.pdf, diakses pada 31 Agustus 2021

https://www3.nhk.or.jp/news/html/20210713/amp/k10013136281000.html, diakses pada 2 September 2021




Leave a Reply