Kebijakan dan Strategi Diplomasi Jepang pada Masa Perang Dingin: Apa yang dapat kita pelajari dari kontroversi “Sakamoto-Kosaka” dan “Okazaki-Nagai”?

Kontroversi “Sakamoto-Kosaka” dan “Okazaki-Nagai” adalah perbedaan pendapat yang berkepanjangan tentang bagaimana Jepang harus merumuskan strateginya dalam menghadapi hubungan Jepang-AS, ancaman Soviet, dan masalah keamanan di kawasan Asia Timur selama periode Perang Dingin yang semakin memanas.

Sakamoto menganjurkan netralitas sebagai strategi keamanan untuk menggantikan Perjanjian Keamanan Jepang-AS. Dia menganggap bahwa Perjanjian Keamanan Jepang-AS dan keberadaan pangkalan militer AS di Jepang tidak hanya tidak berguna bagi keamanan Jepang, tetapi juga akan menempatkan Jepang sebagai target serangan nuklir Soviet dan Cina. Dalam situasi tanpa harapan seperti itu, ia mengusulkan pentingnya netralitas karena masih memberikan harapan bagi Jepang. Sebaliknya, Kosaka Masataka menganggap bahwa Sakamoto telah mengabaikan fakta bahwa Perjanjian Keamanan Jepang-AS telah membentuk keseimbangan kekuatan di Timur Jauh, yang berfungsi sebagai instrumen untuk mencegah perang. Kosaka berasumsi bahwa Sakamoto tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang politik kekuasaan.

Namun, Kosaka tetap mengagumi kontribusi kaum netralis seperti Sakamoto, yang menekankan pentingnya idealisme dalam diplomasi dan dengan demikian memperkenalkan nilai yang harus dikejar oleh Jepang dalam politik internasional. Hal ini mencegah kaum realis untuk jatuh ke dalam kepatuhan terhadap realitas. Kosaka juga menambahkan bahwa meredanya ketegangan di Timur Jauh, yang merupakan syarat utama bagi keamanan Jepang, mungkin merupakan tujuan bersama dari kaum idealis dan realis. Dia percaya bahwa tujuan ini dapat dicapai dengan meningkatkan hubungan dengan Komunis Tiongkok sambil mempertahankan aliansi dengan AS.

Meningkatnya ancaman dari Uni Soviet telah memicu dukungan publik Jepang terhadap Pasukan Bela Diri Jepang (SDF) dan Perjanjian Keamanan Jepang-AS. Namun, penentangan dari kelompok pasifis yang keras terhadap penumpukan SDF yang cepat masih memiliki kekuatan politik yang kuat di Jepang. Untuk mendapatkan lebih banyak dukungan dari masyarakat, Okazaki merekomendasikan untuk membuat dan menerbitkan strategi yang koheren dan masuk akal untuk Jepang. Dalam merumuskan strategi tersebut, dia menekankan pada kepentingan geostrategis Jepang di antara dua negara adidaya. Karena keadaan geostrategis ini, Jepang akan terlibat dalam konflik global Timur-Barat, apa pun kebijakan yang diambil Jepang. Setelah melakukan analisisnya, dia mengusulkan dua strategi: yang pertama adalah strategi penghindaran perang yang mencegah agresor potensial dengan membangun kemampuan pertahanan yang cukup dengan kerja sama yang erat dengan AS; yang kedua adalah mempersiapkan modus vivendi untuk mengakhiri perang dengan kerugian teritorial sesedikit mungkin.

Terhadap strategi Okazaki, Nagai berpendapat bahwa analisis Okazaki telah mengabaikan konflik kepentingan yang jelas antara AS dan Jepang yang tersirat dalam strategi penangkalan atau pertahanan bersama. Sebagai contoh, AS mungkin dengan sengaja membentuk front kedua di Asia Timur demi membubarkan pasukan Soviet. Untuk itu, Nagai mengusulkan sebuah strategi yang melibatkan sisi positif dan negatif. Di sisi positif, Jepang harus menjalin kerja sama perdagangan dan ekonomi yang damai dengan Uni Soviet untuk berbagi keuntungan dari kekuatan ekonomi dan teknologi Jepang, sehingga dapat mempengaruhi tujuan politik dan niat strategis Uni Soviet ke arah yang menguntungkan keamanan Jepang. Di sisi negatifnya, Jepang harus memegang teguh perjanjian keamanan Jepang-AS dan mempertahankan hubungan kerja sama dengan Barat. Jepang harus membuat AS sadar akan pentingnya melindungi potensi industri Jepang yang sangat besar sebagai cadangan strategis yang besar bagi Barat.
Mengenai meningkatnya ancaman Soviet, Nagai juga mengomentari konsep pembagian beban dalam hubungan Jepang-AS, di mana AS mengharuskan Jepang untuk melakukan lebih banyak upaya dalam pertahanannya. Nagai mengusulkan agar hubungan Jepang-AS tidak hanya sekedar berbagi beban, tetapi juga kerja sama yang mempromosikan keuntungan bersama bagi kedua belah pihak.

Sebagai penutup, kontroversi “Sakamoto-Kosaka” merupakan pertentangan antara persepsi idealis dan realis dalam menentukan kebijakan luar negeri untuk menjamin keamanan Jepang. Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa dalam masalah keamanan yang bersifat mendesak, kaum realis cenderung memberikan pendekatan yang lebih baik karena kemampuan mereka untuk memahami realitas politik kekuasaan, berbeda dengan kaum idealis yang sering mengabaikan realitas ini dari sudut pandang mereka. Kontroversi “Okazaki-Nagai” adalah perdebatan antara realis militer dan realis politik dalam merumuskan strategi Jepang dalam menghadapi Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa kaum realis militer cenderung hanya berfokus pada kekuatan atau kekuatan dan gagal untuk mempertimbangkan faktor-faktor politik seperti niat nasional, opini publik, dan proses pengambilan keputusan.




Leave a Reply