Amankan serangan siber Olimpiade 2020, Jepang libatkan JSDF

Pada upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin bulan Februari 2018 lalu di Pyeongchang terjadi sedikit penundaan dari jadwal semula, dikarenakan serangan ke jaringan internet dan komputer panitia. Para ahli mengkategorikan serangan ini sebagai cyber-attack yang kemudian menyampaikan koreksi kepada Komite Olimpiade Internasional untuk mengantisipasi hal serupa pada gelaran event berikutnya, yaitu Olimpiade Tokyo 2020.

Sementara itu di Jepang, serangan siber meningkat dengan drastis, khususnya pada kurun tiga tahun terakhir. Baik sektor publik maupun swasta, terutama yang bergerak di bidang finansial, menjadi target vital dalam serangan siber, tak terkecuali area pembangkit listrik tenaga nuklir, maupun institusi pemerintahan maupun sarana infrastruktur lainnya. Oleh karenanya, pemerintah Jepang yang sudah memiliki National Center of Incident Readiness and Strategy for Cybersecurity (NISC), segera melakukan revisi terhadap aturan penanggulangan cyber-attack, khususnya guna mengantisipasi kejadian serupa terjadi di Olimpiade Tokyo mendatang.

Jika sedikit melihat kilas kebelakang, Rusia sempat dituduh menjadi dalang atas bocornya beberapa dokumen rahasia dan email dari pejabat teras Partai Demokrat dalam kampanye pemilihan presiden Amerika yang dimenangkan oleh Donald Trump. Kemudian disusul serangan ransomware Wannacry yang menghantam hampir semua komputer yang terhubung dengan internet di dunia, termasuk menginfeksi sistem pelayanan kesehatan publik beberapa rumah sakit di Indonesia dan tak luput juga perusahaan korporasi milik Jepang.

 

JSDF dikerahkan

Meskipun dalam skala nasional Jepang sudah memiliki NISC sebagai badan siber-nya, namun pemerintah menilai perlunya pelibatan satuan siber milik Japan Self Defense Force (JSDF) dalam pencegahan dan penanggulangan masalah serangan siber ini. Saat ini, sudah ada satuan siber khusus yang dibentuk guna menjalankan tugas serupa di bidang pertahanan negara di bawah JSDF yang beranggotakan 350 orang. Tentunya, pelibatan satuan siber JSDF ini membutuhkan beberapa perubahan signifikan, karena target yang akan dilindungi menjadi lebih luas, dan mencakup kepentingan kelembagaan dan sektor kepemerintahan yang lain. Terlebih, dalam aturan yang berlaku sekarang, JSDF tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perlawanan pada serangan siber.

Dalam rancangan revisi peraturan penanggulangan serangan siber ini, akan ditetapkan skala lima tingkat serangan siber, dengan masing – masing dilengkapi dengan pedoman kewenangan bagi JSDF dan NISC untuk bertindak “melawan” demi melindungi kepentingan nasionalnya. Juga, penambahan cakupan di bidang cyberspace yang memang belum dicantumkan dalam aturan tersebut. Para ahli di NISC juga sedang menyusun skenario untuk melibatkan kerjasama dengan dunia internasional, khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa yang sudah memiliki pengalaman lebih banyak dalam penanggulangan serangan siber.

 

Sumber :

 

https://www.yomiuri.co.jp/editorial/20180730-OYT1T50089.html (diakses pada 17 Agustus 2018)

https://www.nytimes.com/2018/02/12/technology/winter-olympic-games-hack.html (diakses pada 19 Agustus 2018)

https://www.nisc.go.jp/security-site/index.html




Leave a Reply