Tidak ada kapal Maritime Self Defense Force (AL Jepang) yang menarik perhatian sebanyak JS Izumo. Kapal yang oleh Jepang disebut dengan istilah Destroyer Helicopter ini sejatinya adalah sebuah kapal Induk Helikopter atau Helicopter Carrier dengan panjang total 248m, bobot 27.000 ton yang mampu menampung 970 personel dan 14 helikopter jenis SH-60K. Sejak awal pembangunannya hampir satu dekade yang lalu, banyak pengamat pertahanan berspekulasi bahwa JS Izumo sewaktu-waktu dapat di upgrade menjadi Aircraft Carrier, jenis kapal yang secara konstitusi tidak boleh dimiliki oleh Jepang setelah Perang Dunia kedua. Tampaknya spekulasi tersebut tidak lama lagi akan menjadi kenyataan. Dalam dokumen National Defense Guideline dan Medium-Term Defense Program tahun 2018, selain rencana pengadaan 147 unit Pesawat F-35 (42 unit diantaranya adalah pesawat F-35B), Pemerintahan PM Shinzo Abe telah memasukkan rencana modifikasi JS Izumo agar dapat mengangkut pesawat tempur sebagai salah satu program jangka menengahnya.
Dalam Rencana Program Kerja dan Anggaran Pertahanan 2020, tahun kedua Program Pertahanan Jangka Menengah, Kementrian Pertahanan Jepang menganggarkan ¥ 3,1 Milyar untuk mengubah JS Izumo menjadi pangkalan terapung bagi pesawat F-35B Air Self Defense Force (AU Jepang). Anggaran sebesar itu dinilai tidak terlalu fantastis guna mengubah sebuah Helicopter Carrier menjadi sebuah Aircraft Carrier, karena sejak awal JS Izumo sengaja dirancang menyesuaikan standar pesawat F-35B. Salah satu contoh elevator yang terpasang di JS Izumo saat ini memiliki spesifikasi yang sesuai dengan ukuran dan bobot F-35B. Perbaikan yang rencananya akan dilaksanakan di Galangan Japan Marine United (JMU) Yokohama pada tahun ini meliputi pekerjaan penguatan flight deck atau landasan pacu agar dapat menahan panasnya exhaust F-35B saat akan melaksanakan vertical take off /landing serta pemindahan sistem senjata pertahanan udara jarak dekat CWIS yang saat ini terpasang di haluan kapal ke tempat lain.
Beberapa kritikan yang berasal dari dalam negeri terutama dari partai oposisi yang menyebutkan bahwa kebijakan PM Shinzo Abe ini berpotensi melawan konstitusi karena memunculkan peluang Aircraft Carrier digunakan untuk menyerang negara lain. Namun pemerintah Jepang menyebutkan bahwa JS Izumo akan digunakan secara eksklusif untuk memperkuat postur pertahanan Jepang saja. Kementrian Pertahanan Jepang lebih memilih menggunakan istilah multirole operation vessel dibandingkan dengan Aircraft Carrier Vessel dalam menyebut kapal kelas Izumo nantinya, dengan alasan kapal ini akan lebih banyak digunakan dalam operasi Anti Kapal Selam dan misi-misi penyelematan, sedangkan untuk penggunaan pesawat tempur hanya dilakukan dalam situasi-situasi tertentu saja.
Sementara itu, pengamat militer Jepang banyak yang meragukan apakah JS Izumo dapat digunakan dalam suatu operasi tempur yang sebenarnya, mengingat kapal ini memiliki siklus operasi, latihan dan perawatan dan perbaikan. Sehingga minimal dibutuhkan tiga kapal sejenis agar terdapat satu kapal yang selalu siap operasi. Padahal belum ada rencana Jepang untuk melanjutkan pengadaan tambahan kapal yang membutuhkan anggaran lebih dari ¥ 120 Milyar per satu unit kapal. Selain itu kemampuan mengangkut pesawat F-35B oleh JS Izumo setelah modifikasi nantinya hanya sejumlah 10 unit; dinilai kurang proporsional untuk memberikan perlindungan bagi satu armada kapal. Modifikasi kapal kelas Izumo dan pengadaan pesawat tempur F-35B dinilai hanya merupakan salah satu cara Jepang yang paling efektif untuk menunjukan kehadirannya di wilayah Samudera Hindia dan Pasifik. Sebagai contoh, sejak tahun 2017 JS Izumo dan kapal setipenya, JS Kaga, telah melaksanakan operasi dalam waktu dua bulan lamanya secara bergantian di wilayah Samudera Hindia dan Pasifik. Saat itu JS Izumo maupun JS Kaga hanya membawa satu flight yang terdiri dari helikoter SH-60K untuk misi peperangan Anti Kapal Selam. Namun kesan yang akan diberikan kepada negara tetangga termasuk Cina akan sangat berbeda bila JASDF dengan pesawat F-35B dilibatkan dalam misi serupa. Jepang sepertinya ingin mengirimkan pesan bagi negara-negara di kawasan bahwa Jepang siap terlibat dalam isu-isu yang berkembang di wilayah Samudera Hindia dan Pasifik, termasuk isu Laut Cina Selatan.
sumber :