Jepang tawarkan tenaga ahli dan dana untuk denuklirisasi Korea Utara

Pada 12 Juni 2018 lalu, catatan sejarah baru ditorehkan dalam proses penurunan ketegangan politik di Semenanjung Korea. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah bertemu secara langsung dengan pimpinan tertinggi Republik Korea Utara, Kim Jong Un dalam sebuah konferensi antar dua negara yang digelar di Singapura. Sesuai prediksi dari banyak pakar, Korea Utara agaknya melunak terkait rencana proses de-nuklirisasi yang sebenarnya sudah sejak lama menjadi pemicu sekian banyak sanksi dunia kepada negara yang terkenal mengisolasi diri itu.

Pihak Amerika sebenarnya sudah sejak lama ingin melaksanakan inspeksi, bahkan pelucutan senjata nuklir pada fasilitas pengolahan yang dimiliki Korea Utara. Hal ini tentu berdasar, mengingat hingga September tahun lalu, Korea Utara secara massif melakukan uji coba terhadap rudal antar benua, yang dikhawatirkan berhulu ledak nuklir. Terakhir, mereka mengumumkan keberhasilan peluncuran rudal yang jarak jelajahnya sudah mencapai daratan Alaska, bagian dari wilayah Amerika Serikat. Belum lagi ditambah dengan tingkah laku Kim Jong Un sendiri yang dikenal aneh dan membahayakan, serta sekian banyak keputusan yang melanggar HAM, sehingga memicu Amerika dan negara-negara sekutunya untuk semakin menekan Korea Utara.

Jika merujuk kebelakang, pada Oktober 2008, pihak Korea Utara telah mengusir para inspektor International Atomic Energy Agency (IAEA) yang sedang melaksanakan pemeriksaan terhadap fasilitas pengolahan di Yongbyon, setelah pertemuan untuk membahas pelucutan nuklir menemui jalan buntu dan Pyongyang malah mengumumkan akan melanjutkan proyek pengembangan nuklirnya.

 

Jepang ikut andil

 

Sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Korea Utara sekaligus sekutu dari Amerika Serikat, bisa dikatakan Jepang paling getol untuk turut mengambil peran dalam upaya denuklirisasi ini. Sudah kesekian kalinya Jepang dirugikan atas aktivitas uji coba rudal Korea Utara, mulai dari menyiagakan sistem pertahanan anti rudal udaranya, hingga menyiapkan simulasi evakuasi area terdampak jika benar Korea Utara mengarahkan pelurunya ke Jepang.

Pada Maret lalu, Jepang telah menawarkan bantuan dana kepada IAEA sebesar JPY 300 juta untuk membiayai proses inspeksi. Saat itu, Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono telah bertemu langsung dengan Kepala Badan Intelijen Korea Selatan, Suh Hoon guna membahas perkembangan terakhir di kawasan itu. Jepang rencananya akan menjadikan hasil pertemuan tersebut untuk mendukung upaya IAEA sembari menggelontorkan dukungan dana. Kemudian, setelah Presiden Trump dan Kim bertemu di Singapura, Jepang pun melalui Perdana Menteri Shinzo Abe, dengan segera mengumumkan bahwa mereka siap mengirimkan tenaga ahli guna membantu proses tersebut. Jepang optimis, pengalaman mereka dalam penanganan limbah nuklir sangat jauh berkembang terlebih setelah mereka sukses mengatasi krisis pembangkit nuklir Fukushima yang hancur akibat tsunami pada Maret 2011 lalu.

Namun, langkah Jepang ini sepertinya akan menemui hambatan. Berdasar perjanjian kepemilikan nuklir dunia (Nuclear Nonproliferation Treaty), hak pelucutan kekuatan nuklir serta penggunaan untuk kepentingan damai hanya diijinkan kepada lima negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Cina dan Rusia. Belum lagi Jepang sendiri secara hukum belum mengantongi ijin untuk membersihkan limbah nuklir untuk kategori senjata.

Sumber :

http://the-japan-news.com/news/article/0004535806 , diakses pada 25 Juni 2018

https://www.telegraph.co.uk/news/2018/03/11/japan-offers-pay-2m-inspections-north-korea-nuclear-facilities/ , diakses pada 9 April 2018




Leave a Reply