Over transaksi, jasa kurir barang di Jepang hadapi dilema kapasitas

Di tengah gencarnya pemerintah Jepang dalam meningkatkan laju perputaran uang guna menggiatkan ekonomi, salah satu sektor industri yang perannya cukup signifikan adalah jasa pengiriman/kurir barang. Apalagi di era teknologi digital ini, konsumen tidak perlu lagi bertemu secara fisik dengan produsen ataupun penjual; cukup dengan transaksi elektronik, sisanya serahkan kepada kurir. Namun, laporan terbaru dari salah satu perusahaan jasa pengiriman terbesar di Jepang, Yamato Transport, menunjukkan bahwa mereka mulai kewalahan dalam memberikan layanan kurir ini.

Yamato Transport sejatinya memulai usaha pengiriman barang ini lebih dari 40 tahun lalu, dan mereka berhasil berkembang sangat pesat, seiring dengan inovasi yang diterapkan, seperti One-day service (kirim – sampai di hari yang sama), Cool Transport untuk bahan makanan beku dan segar, hingga pengaturan jam pengantaran barang sesuai keinginan konsumen yang makin memudahkan di tengah masyarakat Jepang yang dinamis. Bahkan pada beberapa kota besar seperti Tokyo dan Osaka, ada pilihan kurir sepeda yang menjamin barang akan diterima kurang dari tiga jam setelah transaksi. Reputasi positif ini, bagai gayung bersambut, seakan menjembatani besarnya transaksi online melalui situs Amazon Jepang, Yodobashi Electronic, maupun Yahoo Auction dan lainnya. Bahkan, sebagian besar dari situs tersebut, membebaskan ongkos kirim sehingga konsumen semakin dimanjakan tanpa perlu memikirkan biaya tambahan.

Tetapi, peningkatan transaksi sepertinya sudah mendekati batas kemampuan dari perusahaan jasa pengiriman ini. Serupa dengan Yamato, jasa kurir Nippon Express, Sagawa Express dan lainnya, juga mengalami masalah kelebihan kapasitas. Membludaknya order serasa sudah bukan lagi menjadi berkah, melainkan musibah. Para karyawan mereka dipaksa untuk bekerja lebih cepat seiring dengan jadwal pengiriman yang diinginkan konsumen, namun dilain sisi, pola tempat tinggal masyarakat Jepang yang cenderung individualis, membuat layanan mereka seringkali tertunda karena tidak ada orang yang menerima paket tersebut. Hal ini memicu pengiriman ulang, yang setidaknya memakan waktu dua kali dari alokasi awal ditambah dengan biaya penyimpanan. Mengembalikan barang sementara ke gudang menjadi cukup mustahil, karena dari pihak gudang juga terus menerima order, sehingga para kurir dipaksa menyelesaikan target sebelum menerima daftar terbaru.

Belum lagi kendala pengiriman malam yang semakin menjadi tren, karena kebanyakan konsumen baru kembali ke rumah setelah malam hari. Hal ini memicu para kurir untuk bekerja lembur, karena sejatinya mereka telah bekerja sepanjang hari. Ini pun bertentangan dengan anjuran pemerintah untuk mengurangi jam lembur yang tidak efektif sebagaimana menjadi budaya dalam lingkungan kerja di Jepang.

Dalam suatu survey yang digelar oleh harian Nippon Keizai Shinbun, 80% lebih responden merespon positif layanan pengiriman barang ini. Mereka juga turut prihatin dengan kondisi sistem yang mengakibatkan peningkatan jam lembur para kurir namun sadar jika penambahan personel tidak akan segera menyelesaikan masalah. Dari pihak perusahaan pengiriman, sudah ada wacana untuk menghilangkan opsi pengiriman pada malam hari, yang tentunya akan memicu keberatan konsumen. Penambahan ongkos pada opsi paket kirim cepat pastinya akan menemui kendala dari penjual, meskipun dari sisi konsumen, sebanyak 35% sebenarnya tidak benar-benar membutuhkan pilihan ini. Solusi lain yang diajukan dari pihak jasa kurir ini adalah pemasangan loker penerimaan barang khusus di rumah konsumen, sehingga kurir tidak perlu bolak-balik mengirim ulang saat pemilik tidak di rumah. Tentunya, hal ini akan membebankan konsumen, dan dilain sisi, terbatasnya lokasi penempatan loker serta faktor keamanan juga akan memunculkan masalah baru. Alternatif lain adalah dengan menambahkan alamat cadangan ke minimarket 24 jam terdekat. Barang yang tertunda dapat dititipkan untuk kemudian diambil sendiri oleh pemilik setelah menerima kupon pemberitahuan bahwa paket mereka telah dikirimkan.

Solusi manapun yang akan dipilih, tentunya akan menjadi titik tengah antara konsumen, penjual dan pihak penyedia jasa yang tentunya akan selalu mengedepankan profesionalitas dalam menjual jasa layanannya.

 

Sumber (diakses pada 3 Maret 2017):

http://www.nikkei.com/article/DGXMZO13531270R00C17A3000000/

http://www.asahi.com/articles/ASK2R5WFCK2RULFA03S.html

http://rdarc.itakura.toyo.ac.jp/webdav/hisamatsu/public/2010semi_summer/%E7%8E%8B%E7%8E%89%E8%8A%AC.pdf




Leave a Reply