Apakah anda pernah mendengar dan atau melihat pesawat F-2 buatan Jepang? Kalaupun sudah, mungkin anda bertanya-tanya, apakah betul itu F-2, atau F-16? Jangan heran, karena memang sebenarnya pesawat ini memang dikembangkan Jepang dengan memodifikasinya dari cetak biru varian F-16C/D Blok 40. Pesawat generasi ke-4.5 ini dikembangkan dengan tujuan untuk menggantikan F-1 yang juga merupakan produk dalam negeri Jepang. Pesawat F-1 itu sendiri merupakan pesawat tempur domestik pertama semenjak Jepang kalah Perang Dunia II. Pesawat F-2 sengaja dibuat sebagai pesawat multi peran dengan menitik beratkan pada misi dukungan serang darat dan laut (ground and sea close support operation), sama dengan misi yang diemban F-1, pesawat yang digantikannya.
Mitsubishi F-1, Pesawat yang digantikan F-2
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:F-1Support_fighter01.jpg
Mitsubishi F-2 Milik Angkatan Udara Bela Diri Jepang
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Mitsubishi_F-2_landing.JPG
F-16C/D Blok 40
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:F-16_June_2008.jpg
Ide Pembuatan
Ide pembuatan pesawat pengganti F-1 muncul pada tahun ’82-an. Pada saat itu sudah dipikirkan sebuah pesawat tempur yang dapat mendukung misi dan operasi layaknya F-1 tetapi berkemampuan lebih dari pada F-1. Awalnya Jepang sudah mempersiapkan desain dan prototipe awal yang berbeda dengan bentuk F-2 sekarang, tetapi karena kerjasama politik dan militer yang “erat” antara Jepang dengan Amerika Serikat, pada akhir tahun ’87 an dipilihlah F-16 sebagai model dasar untuk perancangan pesawat generasi berikutnya bagi negeri sakura tersebut. Melalui program FSX, Jepang mulai mengembangkan pesawat generasi 4.5 nya dengan pembagian 60% biaya dari pemerintah Jepang dan sisanya akan dibiayai oleh pemerintah Amerika. Walaupun Amerika sendiri tidak berniat membeli pesawat ini, tetapi kontribusi biaya yang diberikan mengharuskan Jepang untuk mentransfer segala macam tekhnologi yang akan di tanamkan di pesawatnya itu. Pada tahun 1988 Mitsubishi Heavy Industries ditunjuk sebagai ujung tombak dalam program FSX ini, dengan tetap bekerja sama dengan Lockheed Martin sebagai pemegang lisensi. Mitsubishi menitikberatkan pada perancangan pesawat secara keseluruhan, fuselage atau body bagian depan, dan sayap. Untuk bagian lain, dipercayakan pada industri penerbangan dalam negeri yang lain. Fuselage bagian tengah dan pintu-pintu untuk roda pendaratan dipercayakan pembuatannya kepada Kawasaki Heavy Industries, sedangkan Fuji Manufaktur dipercaya untuk membuat permukaan luar atau skin dari sayap, radome/ bagian depan pesawat, air intake atau lubang masuk udara untuk engine, tailsection atau bagian belakang dan flap. Untuk Lockheed Martin sendiri memberikan kontribusi untuk membuat fuselage bagian belakang, leading edge (sayap bagian depan) dan port side wing boxes (ujung sayap).
Tidak Semudah Membalikkan Tangan
Dengan segala pertimbangan akhirnya dimulailah program FSX ini. Keputusan yang sarat akan muatan politis ini akhirnya membuat Jepang harus bekerja keras merancang ulang F-16 sesuai dengan kebutuhan mereka. Ternyata memodifikasi itu tidak semudah membalikkan tangan. Sayap harus diperlebar karena diharapkan bisa memperbesar daya muat atau payload dan membawa peluru kendali yang lebih banyak. Khususnya misil udara ke permukaan atau Air to Surface Missile dan misil udara ke darat atau Air to Ground Missile. Untuk mengimbangi itu, fuselage atau body pun mau tidak mau harus di rubah. Bagian tailplane harus diperlebar. Bagian radom atau hidung pesawat dirubah lebih panjang untuk menanamkan radar yang lebih canggih. Untuk menambah daya hambat, ditambahkanlah drogue-chute seperti F-16 milik TNI-AU. Canopy diperkuat dengan material yang lebih baik daripada F-16, dan dibuat 3 bagian, tidak seperti F-16 yang hanya 2 bagian saja. Bahkan untuk material yang dipakai pada hampir seluruh badan pesawat bukanlah alumunium seperti pesawat umumnya. Material yang dipakai adalah komposit jenis CFRP (Carbon Fiber Reinforced Plastic) . Material ini adalah komposit dimana menggunakan karbon sebagai serat utama, atau bahasa awamnya polimer yang di dalamnya terdapat serat-serat karbon. CFRP ini mempunyai sifat ringan, mudah dibentuk dan jauh lebih kuat daripada alumunium. Karena praktis dan mudah dibentuk, tentu akan mengurangi biaya produksi karena waktu yang digunakan untuk membentuk jauh lebih cepat. Tidak dibutuhkan baut ataupun rivet dalam penyambungannya karena apabila dipanaskan pada suhu tertentu dan dengan pressure tertentu, material akan mempunyai sifat lekat yang sangat kuat. Selain itu, keunggulan dari material ini adalah mempunyai sifat menyerap gelombang yang dipancarkan oleh radar, sehingga dapat dikatakan pesawat yang menggunakan material ini berkemampuan semi-siluman. Tetapi ada satu kelemahan dari material ini, yaitu biaya pembuatannya yang sangat mahal. Dengan harga material yang mahal inilah, biaya produksi F-2 sendiri jadi membengkak. Selain biaya modifikasi perancangan ulang yang sudah tidak diragukan lagi akan menggelembungkan biaya pembuatannya. Pada awalnya, pemerintah Jepang memesan sebanyak 141 unit, dikarenakan harganya yang melambung, lambat laun pesanan menurun jadi 130 dan akhirnya menjadi hanya 94 unit saja. Hal ini dapat dimaklumi mengingat realita bahwa setelah dihitung total, ternyata harga 1 unit F-2 sama dengan 4 unit pesawat F-16 blok 50/52. Wow, harga yang sangat fantastis.
CFRP yang digunakan pada F-2
Sumber: http://kketua.blogspot.com/2011/07/carbon-fiber-reinforced-polymer-cfrp.html
Drogue chute pada pesawat eksperimental XF-2
Sumber : http://ja.wikipedia.org/wiki/%E3%83%95%E3%82%A1%E3%82%A4%E3%83%AB:XF-2B101_GAB001.jpg
Pada tahun 1992, satu unit mockeup pesawat berhasil dibuat. Dilanjutkan pada tahun 1994, 4 unit pesawat eksperimental berhasil diproduksi. Penelitian berlanjut hingga pada tanggal 7 Oktober 1995, 1 unit pesawat single seat berhasil melewati uji terbang tanpa kendala yang berarti. Pesawat yang akhirnya dinamakan XF-2 ini kemudian melanjutkan perjalanannya dengan berhasilnya diterbangkan XF-2 single seat yang kedua. Kemudian 2 pesawat XF-2 double seat berikutnya juga berhasil di uji terbang tanpa kendala yang berarti. Pada tanggal 9 Januari 1996 ditetapkan bahwa untuk F-2 single seat dijuluki F-2A dan untuk yang double seat dijuluki F-2B. Seiring berjalannya waktu, proyek penyempurnaan pesawat F-2 terus berjalan. Ditemukanlah beberapa persoalan yang membuat jadwal proyek terus mengalami kemunduran. Sayap yang diharapkan bisa menjadi penopang berbagai macam persenjataan ternyata mengalami keretakan atau crack. Selain itu Mitsubishi AAM4 (Air to Air Missile 4) atau misil udara ke udara generasi ke-4 yang merupakan misil andalan bagi para petarung udara Angkatan Udara Bela Diri Jepang, tidak dapat dipasang pada F-2 karena struktur sayapnya yang tidak menunjang. Akhirnya karena memikirkan keterlambatan yang sudah terjadi dan kemungkinan semakin molornya proyek, penelitian lebih lanjut perihal pemasangan AAM4 dihentikan. Dengan penuh keterpaksaan, misil dalam negeri yang bisa menjangkau musuh pada jarak 100 km lebih ini tidak dapat di “kawinkan” dengan pesawat yang notabene satu induk korporasi. Pada tahun 1998, pesawat F-2 memasuki tahun produksi. Akhirnya setelah melalui perjalanan yang sangat panjang, pada tahun 2005 pesawat F-2 yang pertama masuk ke dalam jajaran kekuatan Angkatan Udara Bela Diri Jepang.
Mitsubishi AAM4
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/File:AAM-4.jpg
F-16 atau F-2?
“Bentuk boleh mirip, tapi kemampuan dan teknologinya, boleh diadu” itulah yang dikatakan oleh para petinggi Angkatan Udara Bela Diri Jepang tentang F-2 dan F-16. Cukup pantas apabila mereka membanggakan F-2, karena memang tekhnologi yang dibenamkan tidak main-main, melebihi F-16C/D Blok 40, yang merupakan induk rancangannya, dan hampir setara dengan F-16E/F Blok 60 yang merupakan varian terbaru keluarga Fighting Falcon. Untuk engine, F-2 menggunakan Engine F100-GE-129 turbofan yang mempunyai daya dorong 76 kN (17.000 lbf) dan akan bertambah hingga 29.500 lbf apabila afterburner dinyalakan. Kemampuan engine ini memang masih sedikit di bawah F-16E/F Blok 60, tetapi sudah di atas engine F-16C/D blok 40 yang menggunakan tipe F100-GE-100. Engine ini juga dibuat di dalam negeri oleh Ishikawajima-Harima Heavy Industries dengan lisensi dari General Electrics. Untuk sistem kontrol, masih sama dengan pesawat F-16 yang lain, fly by wire dan CCV (Control Configured Vehicle) tetap menjadi pilihan untuk memudahkan penerbang mengendalikan pesawat. Dengan fly by wire, maka komputer akan mengatur gerakan mekanis agar sesuai dengan keinginan penerbang, dengan tetap mempertahankan kestabilan pesawat. Begitu pula dengan CCV, sistem ini akan membuat penerbang lebih mudah menggerakkan pesawat karena komputer akan mengatur pergerakan pesawat sehingga penerbang hanya perlu melakukan perubahan satu tuas kendali tanpa harus memikirkan gerakan tuas kendali yang lain. Di dalam kokpit sendiri terdapat MFDS (Multi Function Display Set) buatan Yokogawa Corporation, berupa LCD yang menampilkan segala macam informasi penerbang selama melaksanakan misi. Selain itu, juga dilengkapi dengan Head Up Display tekhnologi terbaru yang dirancang dan dibuat oleh Shimadzu Corporation. Sebagai pesawat tempur, tentu F-2 dilengkapi dengan sistem persenjataan yang siap mendukung kemenangan di segala medan pertempuran. M61A1 Vulcan 20 mm multi barrel gun sengaja ditanamkan pada bagian ujung sisi sayap yang menempel pada fuselage. Barrel Gun jenis M61 ini telah dipercaya Amerika selama 15 tahun untuk “dijodohkan” dengan hampir seluruh pesawat tempur milik Negeri Paman Sam tersebut. M61A1 mampu memuntahkan peluru dalam 6000 putaran per menit. Selain barrel gun, tentu F-2 dipersiapkan untuk mengusung misil atau bom yang sesuai dengan tujuan pembuatannya, mendukung serangan darat dan laut. Oleh karena itu, F-2 sengaja dirancang dengan 13 hardpoint atau titik pasang untuk memungkinkan pesawat membawa load yang banyak. Bandingkan dengan varian F-16C/D Blok 40 milik USAF yang hanya mempunyai 9 titik pasang saja. 13 titik pasang ini terdiri dari fuselage centreline atau di bawah body, lima titik pasang di setiap sayap dan di wing tip pada masing-masing sayap. Pesawat ini mampu membawa senjata jenis Raytheon AIM-7F/M medium range sparrow ai-to-air missile, Raytheon AIM-9L short-range sidewinder dan Mitsubishi AAM-3 short-range air-to-air missile. ASM-1 dan ASM-2 anti-ship missiles juga dapat dipersenjatakan pada pesawat ini. Kemampuan membawa anti-ship missiles inilah yang merupakan salah satu keunggulan F-2 dibandingkan dengan varian F-16C/D Blok 40. Selain itu F-2 juga mampu membawa 500lb bom, CBU-87/B bom cluster dan rocket launcher. Pada titik pasang bagian bawah body dan bagian dalam sayap dekat body dapat dipasang dengan drop tanks berkapasitas 4400 kg bahan bakar. Satu hal lagi yang membuat unggul F-2 dari F-16C/D Blok 40 adalah radar dan kemampuannya mendeteksi musuh. F-2 dilengkapi dengan active phase array radar buatan Mitsubishi. Radar yang juga bernama Active Electronically Scanned Array (AESA) merupakan radar canggih yang mampu melaksanakan pengamatan udara, pengendalian dan pembidikan pesawat musuh, perang elektronik serta komunikasi data kecepatan tinggi secara bersamaan. (Baca Angkasa Edisi Februari 2012; AESA Radar Perang Udara Serba Bisa). Radar ini telah dipasang di F-16E/F Blok 60, dan pesawat-pesawat tempur USAF generasi ke-5, seperti F-22 Raptor dan F-35 Lightning II.
Engine F100-GE-100 buatan Ishikawajima-Harima Heavy Industries
Sumber :http://ja.wikipedia.org/wiki/%E3%83%95%E3%82%A1%E3%82%A4%E3%83%AB:F110IHI129_GAB001.jpg
MFDS, HUD, dan instrumen pada kokpit F-2
Sumber: http://ja.wikipedia.org/wiki/%E3%83%95%E3%82%A1%E3%82%A4%E3%83%AB:F2Cockpit_instrument_GAB001.JPG
Akhir Produksi
Pada tanggal 27 September 2011, Angkatan Udara Bela Diri Jepang menerima F-2 nya yang ke-94. Pesawat ini merupakan pesawat pesanan terakhir dari pemerintah Jepang. Pada saat itu juga Mitsubishi mengumumkan bahwa pesawat itu adalah pesawat F-2 produksi terakhir dan pesawat jenis yang sama tidak akan diproduksi lagi. Angkatan Udara Jepang sendiri menempatkan F-2 di Wing 3 Misawa Air Base, tepatnya di Skadron 3 dan Skadron 8, serta di Wing 8 Tsuiki Air Base, tepatnya di Skadron 6. Selain itu, F-2 juga ditempatkan di bawah komando Wing 4 Matsushima Air Base, Skadron 21 yang merupakan sekolah pelatihan dan penerbangan tingkat lanjut bagi pilot-pilot pesawat tempur. Khusus untuk F-2 yang di Matsushima Air Base, terpaksa di non-aktifkan karena terkena dampak bencana gempa dan tsunami di tahun 2011 yang lalu.
Jepang, salah satu negara di dunia yang memang sangat maju perekonomiannya, tetapi mempunyai keterikatan “politik dan militer” dengan Amerika, negara yang mengalahkannya 70 tahun yang lalu. Dengan segala keterbatasan dan tekanan, Jepang berhasil mengembangkan pesawat tempur domestik dengan bertumpu pada kekuatan dalam negeri. Walaupun akhirnya memakan biaya yang besar dan waktu yang sangat lama, itu adalah suatu resiko untuk maju dan berkembang. Dengan membuat pesawat tempur secara mandiri, paling tidak akan mengembangkan industri-industri strategis lain yang berkorelasi, menumbuhkan perekonomian nasional, menambah lapangan kerja, dan sebagai awal kebangkitan industri dalam negeri. Selain itu, dengan membuat pesawat secara mandiri, jelas akan melepaskan dari ketergantungan pada pihak lain yang nantinya akan mempengaruhi kebijakan negara dalam berbagai hal. Lebih baik mencoba tetapi gagal, daripada tidak mencoba sama sekali. Karena dari kegagalan itu kita bisa ambil pelajaran dan hikmah agar kita bisa sukses di kemudian hari. Lalu, bagaimanakah dengan negara kita? Sampai kapankah kita hanya bisa menjadi penonton dan pembeli produk-produk yang bernilai strategis? Semoga semangat negara seperti Jepang dapat mempengaruhi kita untuk bangkit, mandiri dan berinovasi.
SPESIFIKASI UMUM
- Crew: 1 (or 2 for the F-2B)
- Length: 15.52 m (50 ft 11 in)
- Wingspan: 11.13 m (36 ft 6 in)
- Height: 4.69 m (15 ft 5 in)
- Wing area: 34.84 m² (375 ft²)
- Empty weight: 9,527 kg (21,000 lb)
- Loaded weight: 9,000 kg (33,000 lb)
- Max. takeoff weight: 18,100 kg (48,700 lb)
- Powerplant: 1 × General Electric F110-GE-129 turbofan
- Dry thrust: 76 kN (17,000 lbf)
- Thrust with afterburner: 120–125 kN (29,500 lbf)
Performance
- Maximum speed: Mach 2.0
- Range: 834 km on anti-ship mission (520 miles)
- Service ceiling: 18,000 m (59,000 ft)
- Wing loading: 430 kg/m² at weight of 15,000 kg (88 lb/ft²)
- Thrust/weight: 0.89
Armament
- 20 mm JM61A1 cannon, plus maximum weapon load of 8,085 kg:
- AAMs: AIM-9 Sidewinder, AIM-7 Sparrow, Mitsubishi AAM-3
- air-to-ground weapons include: ASM-1 and ASM-2 anti-ship missiles, various free-fall bombs with GCS-1 IIR seeker heads, JDAM
- others: J/AAQ-2 FLIR
Avionics
- Mitsubishi Active Electronically Scanned Array radar system including J/APG-1
Daftar Pustaka
- http://en.wikipedia.org/wiki/Mitsubishi_F-2
- http://www.military-today.com/aircraft/mitsubishi_f2.htm
- http://www.airforce-technology.com/projects/f2/
- http://ja.wikipedia.org/wiki/F-2_%28%E8%88%AA%E7%A9%BA%E6%A9%9F%29
- http://en.wikipedia.org/wiki/F-16_Fighting_Falcon_variants#YF-16_CCV
- http://www.geocities.co.jp/Playtown-Knight/9679/JASDF/F-2.html
- http://en.wikipedia.org/wiki/M61_Vulcan
- http://en.wikipedia.org/wiki/Active_Electronically_Scanned_Array