Larangan merokok pada Olimpiade 2020 Tokyo

Di saat media pemberitaan di Indonesia sibuk memperdebatkan kesiapan pemerintah dalam menggelar perhelatan akbar Asian Games 2018, di ujung timur benua, pemerintah Jepang tengah menggodok aturan larangan merokok untuk gelaran Olimpiade tahun 2020. Jepang termasuk negara yang sangat keras dalam membatasi gerak para perokok, bukan karena rokok adalah komoditi impor, namun lebih kepada kemauan untuk melindungi para perokok pasif.

Memang, sejak kecenderungan global memunculkan fenomena perokok pasif, pemerintah Jepang langsung merespon dengan merubah Undang – undang Perlindungan Kesehatan, dan mayoritas pihak parlemen menyetujuinya. Juga dengan adanya momen Olimpiade 2020 di Tokyo, revisi UU terbaru diharapkan dapat disosialisasikan dan diterapkan sebelum bulan April 2020.

Dalam UU revisi ini, larangan merokok akan diterapkan di seluruh gedung sekolah, rumah sakit serta gedung pemerintahan. Namun, para perokok masih diberi kelonggaran jika di sekitar gedung tersebut disiapkan area khusus merokok (outdoor). Pada prinsipnya, di restoran maupun gedung perkantoran swasta, larangan merokok juga berlaku, namun pemerintah masih mentolerir jika para pengelolanya mau menyiapkan ruangan khusus merokok. Juga, remaja dibawah 20 tahun dilarang masuk ke area merokok, termasuk pegawai di gedung setempat. Pelanggaran pada aturan ini akan dikenakan penalty sesuai UU revisi.

Aturan ini tentunya membuat para pengelola gedung maupun pengusaha rumah makan menjadi susah. Pemerintah daerah Tokyo akan menetapkan batasan pada area minimal 100 meter persegi untuk diperbolehkan memiliki area merokok dalam ruangan. Saat ini, batasan yang masih diberlakukan dari Kementrian Kesehatan, Buruh dan Kesejahteraan adalah 30 meter persegi, mengingat mayoritas pemilik bar maupun kedai makan menjalankan usahanya di area rumahan yang sangat sempit, apalagi jika dibandingkan dengan di Indonesia. Dengan adanya revisi ini, pemerintah Jepang menghitung ada pemangkasan 45% pada area bagi perokok.

 

“Tobacco Free Olympic”

Sebenarnya WHO kurang setuju dengan kebijakan pemerintah Jepang tersebut. Fenomena perokok pasif dirasa cukup bagi instansi pemerintahan untuk menerbitkan larangan merokok tanpa ada kecuali. Sudah ada 55 negara di dunia yang menyetujui penerapan larangan merokok di dalam ruangan, termasuk bar dan kedai makan.

Memang, revisi UU tersebut bagaikan pedang bermata dua bagi pengusaha rumah makan. Pembatasan jelas mengurangi konsumen perokok, yang berimbas pada penurunan pendapatan. Namun sebaliknya, dengan adanya larangan rokok, kemungkinan konsumen yang merasa tidak nyaman berada satu ruangan dengan perokok, seperti keluarga yang memiliki anak kecil. Dan juga, secara global, hal ini akan memicu pertumbuhan area yang ramah bagi non-perokok.

Pemerintah Jepang, khususnya daerah Tokyo sebagai pelaksana Olimpiade, sengaja menaikkan batas aturan diatas regulasi nasional, dengan harapan dapat menjembatani misi mewujudkan Olimpiade Bebas Asap Rokok. Dan mereka juga ingin, pemerintah daerah lainnya mengikuti jejak mereka. Secara detil, Pemda Tokyo akan mewajibkan bagi pengusaha kedai makan yang mempekerjakan hanya seorang pegawai, untuk memberlakukan larangan merokok secara total. Termasuk, pemberian subsidi 90% guna pembuatan area khusus merokok dalam ruangan. Tentu saja, hal ini sudah diperhitungkan dengan kemampuan anggaran pemerintah.

Sumber :

https://www.yomiuri.co.jp/editorial/20180718-OYT1T50101.html   (diakses pada 25 Juli 2018)




Leave a Reply