Pada 24 Agustus 2023 lalu, Pemerintah Jepang akhirnya memulai pembuangan cairan yang digunakan untuk mendinginkan reaktor pada PLTN Daiichi Fukushima ke laut lepas (sisi Samudera Pasifik). Proses dijadwalkan bertahap hingga sepuluh tahun kedepan, setelah bencana tsunami pada Maret 2011 menghantam pesisir timur Jepang, mengakibatkan kerusakan parah pada PLTN Fukushima. Dalam tahapan pendinginan reaktor tersebut, digunakan air yang kemudian tentu saja menjadi bersifat radioaktif, namun pihak Jepang mengklaim telah melakukan sejumlah treatment sehingga saat ini, limbah tersebut bahkan dikatakan aman untuk diminum, dan telah disetujui International Atomic Energy Agency (IAEA), badan otonom dibawah PBB yang memiliki otoritas untuk memonitor program penggunaan nuklir beserta fasilitasnya.
Sebagai tindak lanjut, pihak Jepang juga terus melaporkan pemantauan level radioaktif pada perairan di sekitar area pembuangan, guna mencegah dampak buruk terhadap reputasi, objektivitas dan keandalan yang tinggi. Melalui Badan Perikanan di Kementrian Lingkungan Hidup, pihak operator PLTN Fukushima yaitu Tokyo Electric Power Company Holdings (Tepco) mengatakan pada hari Jumat bahwa pengujian di perairan terdekat mengandung kurang dari 10 Bq tritium per liter, di bawah batas yang ditetapkan sendiri yaitu 700 Bq.
China bereaksi
Pihak China kemudian mengeluarkan larangan impor terhadap produk makanan laut Jepang seiring dimulainya pembuangan air olahan dari Fukushima. Padahal, menurut data Badan Perikanan, 22,5% ekspor makanan laut Jepang ditujukan ke China daratan pada tahun lalu, diikuti oleh Hong Kong sebesar 19,5%.
Tidak hanya itu, pihak Kepolisian Jepang juga menerima peningkatan laporan tentang gangguan telepon anonim dari nomor berkode awalan +86 (China daratan) dari penduduk Prefektur Fukushima yang berisi kecaman tentang pembuangan air olahan dalam Bahasa Jepang dan Inggris yang kaku. Hal ini membawa memori lampau, saat protes anti-Jepang pada tahun 2012, fenomena serupa terjadi pada konflik Kepulauan Senkaku (diklaim milik Jepang) di Laut Cina Timur. Waktu itu, protes atas pulau-pulau kecil, yang juga diklaim oleh China (dikenal sebagai Diaoyu) mengakibatkan penggeledahan toko-toko dan restoran-restoran Jepang serta penghancuran dan pembakaran mobil-mobil model Jepang di banyak kota di Tiongkok. Beijing juga menggunakan aparat media yang dikelola pemerintah untuk membesar-besarkan klaimnya bahwa pelepasan air tersebut berbahaya tidak hanya bagi Tiongkok, namun juga bagi seluruh dunia, dengan mengobarkan semangat nasionalis dalam bentuk kartun monster yang bermutasi dan editorial yang melabeli Jepang sebagai “pencemar lingkungan.”
Ditambah lagi, pihak Tepco pada masa-masa awal penanganan kerusakan di Fukushima, dikenal kurang transparan dalam menyajikan data, bahkan kepada publik Jepang sendiri. Beberapa kali disiarkan adanya perubahan data yang diiringi permintaan maaf para pimpinan Tepco di media Jepang.
Seberapa amankah?
Bahan radioaktif di dalam air – yang digunakan untuk mendinginkan reaktor yang rusak akibat tiga kali krisis setelah gempa bumi dan tsunami pada bulan Maret 2011 – telah diolah dengan proses pemurnian yang disebut Advanced Liquid Processing System, yang menghilangkan 62 radionuklida ke tingkat yang sesuai dengan standar internasional (IAEA), kecuali tritium. Air tersebut kemudian diencerkan lebih lanjut dengan air laut dalam upaya untuk memastikan bahwa tingkat tritium adalah seperempat puluh dari standar pemerintah sebelum dibuang. Teknologi yang ada hingga saat ini, belum dapat menghilangkan tritium dalam air, tetapi tritium sendiri sebenarnya adalah senyawa kimia yang lazim juga ditemukan dalam buah pisang, meski dalam jumlah yang sangat kecil sekali.
Sumber :
https://www.iaea.org/topics/response/fukushima-daiichi-nuclear-accident/fukushima-daiichi-alps-treated-water-discharge
https://www.japantimes.co.jp/news/2023/08/27/japan/japan-fukushima-water-release-tritium-china/
https://www.bbc.com/news/world-asia-66610977