Perkembangan ChatGPT, bentuk kecerdasan buatan, dalam beberapa waktu belakangan ini telah memicu kesadaran lebih banyak orang bahwa ancaman bahaya olehnya sudah menjadi kenyataan. Satu dekade lalu, Artificial Intelligence menjadi harapan bahwa teknologi ini akan semakin memudahkan kehidupan manusia. Namun saat ini, fakta bahwa kecerdasan buatan telah menjadi ancaman, sudah tidak terelakkan lagi. Keterikatan setiap orang dengan gawai dan layanan digital seolah menjadi katalis bagi merasuknya aplikasi kecerdasan buatan dalam mengatur ritme kehidupan.
Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, telah menyadari bahwa pemerintahnya sudah tertinggal dalam menangani pesatnya kemajuan AI. Ia pun telah mengagendakan bahasan ini pada KTT G7 di Hiroshima pada 19 – 21 Mei 2023 mendatang, sebagai langkah antisipatif (yang sudah dianggap terlambat) untuk menyiapkan diri dalam mengoptimalkan penggunaan teknologi yang luar biasa namun juga berpotensi besar merusak.
Setiap teknologi baru tentunya terus menggiring pada kepercayaan akan terjadinya kiamat. Listrik, mobil, dan bahkan telepon portabel pun dipercayai dapat mengancam individu dan masyarakat. Meskipun sebenarnya, bahaya tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan temuan pemisahan atom, sebuah teknologi yang dapat mengakhiri dunia atau sebaliknya, menawarkan alternatif pengganti bahan bakar fosil yang mengubah iklim.
Perdebatan tentang AI yang diyakini akan mengubah dunia pun, seakan terus berkembang. Berbeda dengan listrik yang meski selalu hadir dimana saja, AI dalam bentuk digital secara tidak disadari sudah jauh merasuk dalam kehidupan sehari-hari (dan tentunya berperan dalam mengendalikan hidup kita). Penyalahgunaan AI, sudah ditengarai dengan munculnya pelanggaran privasi, penyebaran informasi yang salah, penciptaan kontra intelijen cerdas, bahkan dunia pendidikan sudah melayangkan surat terbuka agar seluruh laboratorium pelatihan sistem AI menghentikan pengembangan kecerdasan dari GPT-4. Perilisan ChatGPT oleh OpenAI pada November 2022 lalu, membuktikan ketakutan tersebut. Dalam dua bulan, pengguna layanan tersebut mencapai 100 juta user di seluruh dunia. ChatGPT memikat banyak orang, karena pola interaksinya yang tampak nyata, seolah-olah terjadi komunikasi antar manusia yang saling berpikir.
Beberapa negara telah mengambil tindakan untuk membatasi penggunaan ChatGPT. Italia untuk sementara melarangnya karena masalah privasi akibat pelanggaran data OpenAI. Komisi Perdagangan Federal AS dan pemerintah Inggris masing-masing telah mengeluarkan panduan dan rekomendasi peraturan, bagi perusahaan pengembang AI dan legislator di AS dan Eropa telah menyerukan undang-undang baru untuk mengatur teknologi tersebut. Beberapa undang-undang privasi di tingkat negara bagian dan level nasional dapat digunakan untuk memaksa transparansi pada perusahaan yang mengembangkan AI.
Pemerintah Jepang memahami peran AI yang berpotensi transformatif dan telah mengidentifikasinya sebagai salah satu pilar Society 5.0, visi Jepang tentang perubahan masyarakat. Diketahui, adanya peningkatan aktivitas di sektor korporasi dan pendidikan serta pertumbuhan yang kuat dalam aplikasi paten terkait AI dalam dekade terakhir. Dari analisis Brookings Institution, meskipun Jepang memimpin di bidang ini, bersaing dengan Inggris, Prancis, dan Jerman, namun sudah tertinggal dari AS dan China.
Adopsi AI secara umum meningkat. Minggu lalu, Yokosuka menjadi kota pertama di negara tersebut yang menggunakan ChatGPT di kantor pemerintah kota. Daiwa Securities, broker terbesar kedua di Jepang, mengumumkan akan menggunakan chatbot AI juga, bergabung dengan grup keuangan Mitsubishi UFJ, Sumitomo Mitsui, dan Mizuho dalam menggunakan teknologi tersebut untuk kepentingan internal. Namun, secara umum, perusahaan Jepang ragu-ragu untuk mengadopsi AI, khususnya masalah privasi dan keamanan.
Sam Altman, CEO OpenAI, mengakui bahwa pemerintah memiliki peran dalam melindungi warganya ketika teknologi baru muncul dan perusahaannya bersedia bekerja sama dengan Jepang serta negara lain untuk melakukan ini. Altman menambahkan, perusahaannya ingin membuka kantor di Jepang, dimana lebih dari 1 juta orang menggunakan ChatGPT setiap harinya. Hal ini semakin menaikkan nilai Jepang, “baik dari sudut pandang adopsi teknologi maupun dari perspektif kebijakan,” kata Altman
sumber :
https://www.japantimes.co.jp/opinion/2023/04/21/editorials/ai-benefits-dangers/
https://www.g7hiroshima.go.jp/en/